dakwatuna.com - Berada di lingkungan keluarga besar tarbiyah, serasa berada dalam suasana nano-nano. Bayangkan, tarbiyah yang kemudian mendeklarasikan sebuah Partai Politik Islam (PKS), benar-benar diuji dengan karat ujian yang semakin berat. Namun seiring waktu, gerakan tarbiyah semakin mengkilau!
Sukses menjaga suhu asal muasal kader dakwah dari pelbagai lapisan dan elemen masyarakat (NU-Muhammadiyah-Persis). Tarbiyah sukses juga menetralisir syahwat politik kader-kadernya, yang tak jarang di partai lain “konflik” dan “perceraian” menjadi lumrah dan wajar. Pun selanjutnya, tarbiyah berhasil menjaga ketenangan garis komando (qiyadah wal jundiyyah). Siapapun bisa dalam posisi komandan atau prajurit, tanpa ada konflik.
Wajar bila ujian dalam gerakan tarbiyah, semakin hari semakin beragam. Namun semua sukses dilalui, berkat sebuah proses tarbiyah berkesinambungan. Hal yang menjadikan, semangat perjuangan selalu terbarukan.
Dalam sebuah ceramah tanggal 1 Agustus 2009, Profesor Doktor Abdussattar Fathulllah Sa’id menegaskan. Ada tiga sifat asasi yang harus dimiliki seorang dai yang aktif bergerak dan pembina yang patut menjadi panutan.
Pertama: Al-‘ubuudiyyah ash-shaadiqah lillahi Rabbil ‘aalamin. Benar-benar menghambakan diri kepada Allah dalam ibadah yang tulus dan mutlak.
Sebagai manusia, kita adalah hamba Allah, suka atau tidak suka. Karena ibadah, nilai diri kita menjadi mulia di hadapan Allah Taala. Karena ibadah, kita pun layak mengemban risalah kenabian dan meneruskan estafeta perjuangan umat ini.
Allah menyebut hamba-hamba-Nya yang ahli ibadah dengan dinisbatkan kepada Dzatnya yang Maha Rahman. Allah menyebutnya Ibaadurrahman (Al-Furqan: 63). Allah pun menyandingkan ‘izzah-Nya kepada Rasul dan kaum mukminin (Al-Munafiqun: 8).
Saat titik tolak perjuangan kita berasal dari al-‘ubuudiyyah ash-shaadiqah lillahi Rabbil ‘aalamin, kalah menang bukan masalah. Tercapai tidaknya target suara atau anggota parlemen, bukan masalah. Sebab siapapun kita akan merasakan kebahagiaan, karena gerak langkah, derap pemikiran, renung dalam diam, hidup, mati, dunia akhirat, dan seluruh aktivitas sudah diwakafkan untuk Allah Taala.
So, posisi-level-marhalah-jabatan, sama sekali bukan tujuan. Bahkan saat meraih kursi di parlemen atau birokrat, bukan suatu rahmat. Justru anugerah dan rahmat terbesar dari kumpulan jamaah tarbiyah, adalah kesigapan menggiring kader-kadernya untuk “dipaksa” selalu berada dalam koridor ibadah.
Kedua: Jiwa prajurit yang simultan dan konstan. (al-jundiyyah al-hadhirah).
Menurut Syaikh Abdussattar Fathullah Sa’id, kader-kader dakwah yang memang tulus ikhlas dan benar (tepat) dalam ubudiyyahnya kepada Allah, dipastikan ia menjadi kader dakwah yang totalitas, simultan, dan konstan dalam melakukan aktivitas apapun tanpa pamrih selain meraih ridha Allah.
Malas, futur, semangat mengendur, spirit pudar adalah hal lumrah yang jamak terjadi dan menimpa siapapun di level manapun. Kondisi demikian, sangat bisa dilihat dari rutinitas ibadahnya! Sangat mustahil kader-kader dakwah yang ibadahnya berkualitas, mengalami jengah atau lelah! Justru ia akan selalu siap siaga memenuhi semua panggilan, hadir melaksanakan perintah, terdepan menjalankan aksi strategis demi meraih ridha Allah sesuai firman-Nya (Thaha: 84) dan Al-Mukminun: 61.
Ketiga: Prestasi dan karya nyata yang bermanfaat dan membahagiakan (aatsaar mutsmirah baahirah).
Ketaatan kepada qiyadah, kesigapan diri sebagai prajurit dakwah, namun tidak disertai dengan prestasi dan karya nyata di lapangan, adalah bagian dari masalah. Berarti ada ketidakmampuan seorang qiyadah mengelola SDM jundi-jundi yang ada di bawah komandonya.
Liqaat, usar, atau kegiatan apapun yang hanya gebyar dari kehadiran, namun tidak meraih hasil standar agenda itu diadakan, bukti dari minimnya kemampuan qiyadah, baik dari unit terkecil dan seterusnya. Syaikh Abdussattar Shabri menegaskan, “Sepautnya kader-kader dakwah meninggalkan di belakang mereka aatsar shalihah (peninggalan-peninggalan terbaik), yang bermanfaat bagi entitas kehidupan, bermanfaat bagi yang dekat maupun yang jauh, dan buah-buah prestasinya terus panen dengan izin Rabbnya, sebagaimana firman Allah Al-Baqarah: 265.”
Di level ini, saya merasa, tarbiyah yang mengantarkan pada penghambaan diri hanya kepada Allah adalah sebuah keniscayaan! Entah dengan Anda! (usb/dakwatuna)
0 comments:
Post a Comment