JAKARTA
(voa-islam.com) - Sengaja
atau tidak MetroTV saat menghancurkan Prabowo dengan menggunakan teori
kontradiksi ala komunis. Cara-cara teori kontradiksi yang lazim digunakan oleh
komunis itu, dipraktekan oleh MetroTV.
Membenturkan
antara tokoh yang menjadi wakil kelas proletar (rakyat miskin) dengan tokoh
kaum borjuis (orang kaya). Inilah dalam berbagai episode tayangan yang
disajikan oleh MetroTV milik si 'brewok' Surya Paloh, yang kroni Soeharto,
sekarang menjadi 'kroni' Mega dan Jokowi.
Teori
perbedaan kelas itu menampilkan sisi-sisi kontradiksi yang sangat ekstrim
antara kedua tokoh Jokowi dan Prabowo. Rakyat atau publik setiap hari dijejali
atau dicekoki seakan fakta-fakta yang kontradiksi. Dengan visualisi kedua tokoh
yang penuh dengan kontradiksi itu, benar-benar bisa mempengaruhi keyakinan,
perasaan, pikiran, dan membentuk persepsi rakyat luas.
Jokowi
digambarkan sebagai tokoh rakyat jelata. Jokowi tokoh bagi kaum proletar yang
sangat sengsara dan tertindas. Jokowi sederhana. Tidak bergermelap dan
flamboyan. Sampai digambarkan harga bajunya, celana, dan sepatunya, yang tak
sampai Rp 200 ribu rupiah.
Jokowi
tokoh yang sangat dekat ke rakyat. Terus menghampiri rakyat jelata dengan
blusukan. Profilenya benar-benar sangat bersahaja. Tutur bahasanya sangat
sederhana. Tegas dan tidak bertele-tele. Jokowi dengan badannya yang kurus itu,
seakan melambangkan kebanyakan rakyat Indonesia.
Bahkan,
Metro TV mengulang-ulang saat Jokowi dan JK mendeklarasikan pencalonannya
sebagai calon presiden dan wakil presiden, di Gedung Juang, hanya menggunakan
sepeda ontel. Diiringi masa pendukungnya, dan terus dielu-elukan.
Dari
Jalan Teuku Umar menuju Gedung Juang di Jalan Kwitang, ditempuh dengan
menggunakan speda ontel. Sebuah drama visualisasi yang mengandung pesan tentang
Jokowi dan JK, yang sangat bersahaja, seperti sebagian besar rakyat Indonesia.
Sementara
itu, Prabowo digambarkan sebagai sosok antitesa Jokowi, yang sangat flamboyan,
naik mobile jeep terbuka, terkesan mewah, diiringi oleh massa pendukungnya.
Prabowo naik kuda yang dikesankan sebagai tokoh yang berbeda dengan Jokowi, dan
hanya naik sepeda ontel.
Prabowo
tidak menunjukkan sebagai tokoh yang egaliter. Anti rakyat kecil. Bahkan,
Andian Napitulu, tokoh kiri, menyebutkan Prabowo, sebagai sosok militer yang
penuh melakukan pelanggaran HAM.
Karena
itu, MetroTV ketika menampilkan gambar antara Jokowi dan Prabowo selalu sangat
kontradiksi. Jokowi selalu dikerumini rakyat kecil. Jokowi disalami oleh rakyat
dikampung-kampung. Jokowi mencebur got, dan masuk ke lubang gorong-gorong, dan
selalu diidentikan dengan kehidupan rakyat. Mentro TV terus mengekpose sosok
Jokowi yang sok merakyat itu.
Sekali-kali
Metro TV memunculkan gambar Prabowo, dan diselilingi dengan kerusuhan yang
terjadi di bulan Mei '98. Kerusuhan Mei '98 sebagai peristiwa yang pahit, dan
akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia.
Peristiwa
Mei '98 itu selalu dilekatkan kepada Prabowo. Tak heran kalau tokoh kiri Adian
Napiputulu, menjadikan peristiwa Mei '98, itu sebagai amunisi menghancurkan
Prabowo sebagai tokoh militer yang harus bertanggungjawab.
Pengamat
politik UI, Boni Hargen, mengatakan bahwa Jokowi tokoh masa depan, yang
egaliter, merakyat, anti kekerasan, dan sangat berbeda dengan Prabowo yang
dilekatkan dengan kekerasan, borjuis, bagian dari rezim Orde Baru, dan tidak
layak memimpin Indonesia di masa depan.
Tetapi,
seorang ustadz Salafi, Zainal Abidin, mengatakan, Jokowi yang kurus belum tentu
merakyat, ujarnya. Bahkan, Ustadz Zainal menambahkan, bahwa Jokowi dimaksudkan
'ojo kuwi' (jangan itu). Maksudnya jangan memilih Jokowi. Karena Jokowi
disangsikan komitmen keIslamannya.
Di
mana ini sangat nampak partai yang mendukungnya selain PDIP, juga partai
seperti Hanura, yang dipimpin Jendral Wiranto, PKPPI, yang dipimpin Mayjen
Sutiyoso, dan Nasdem, yang dipimpin Surya Paloh, yang semua mereka itu tak lain
kroni Soeharto dan Orde Baru.
Jadi
apa yang diharapkan dari Jokowi yang sekarang dicitrakan sebagai tokoh 'wong
cilik', sampai-sampai harus dibuat film yang tujuannya mengelabuhi mata rakyat,
yaitu film Jokowi dan JK, makan lesehan di atas tikar dan naik bajaj.
Semua hanyalah tujuannya menipu rakyat. [msh/voa-islam.com]
0 comments:
Post a Comment