Monday, 30 June 2014

Elektabilitas Prabowo naik, kompetisi kian sengit


VIVAnews – Pemillihan Presiden tinggal hitungan hari. Mendekati 9 Juli 2014, kubu Prabowo Subianto dan Joko Widodo bertarung kian sengit.

Berbagai hasil survei menunjukkan tingkat keterpilihan atau elektabilitas kedua calon presiden itu tak jauh berbeda. Perlahan tapi pasti, elektabilitas Prabowo terus meningkat dan mengancam Joko Widodo. Kubu Jokowi pun waspada. Mereka bertekad bekerja lebih keras untuk mengamankan kemenangan capres nomor urut dua itu. 

Hasil survei terbaru Indo Barometer yang dirilis Minggu, 29 Juni, memperlihatkan selisih elektabilitas Prabowo-Hatta dan Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin tipis. Elektabilitas keduanya yang beberapa waktu lalu terpaut 12,5 persen kini menciut menjadi hanya 3,4 persen.

Indo Barometer menyatakan elektabilitas Prabowo-Hatta naik 6,1 persen selama tiga minggu terakhir, sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla justru mengalami penurunan suara 3,9 persen. “Dari perbandingan survei Mei dan Juni 2014 tampak bahwa selama masa kampanye, Prabowo-Hatta meningkat,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari.

Pada survei Indo Barometer sebelumnya periode 28 Mei-4 Juni, perolehan suara Prabowo-Hatta 36,5 persen dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 49,9 persen. Sementara pada survei teranyar periode 16-22 Juni, perolehan suara Prabowo-Hatta naik menjadi 42,6 persen, dan Jokowi-JK turun menjadi 46 persen.

Jumlah massa mengambang atau swing voters berdasarkan hasil survei Indo Barometer ini turun 2,3 persen menjadi 11,3 persen dari 13,5 persen pada bulan Mei. Survei Indo Barometer digelar di 33 provinsi di Indonesia terhadap 1.200 responden yang dipilih melalui metode multistage random sampling. Margin of error survei 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Tren peningkatan suara Prabowo ini sudah terlihat dalam survei Lingkaran Survei Indonesia pimpinan Denny JA yang digelar 1-9 Juni. Survei LSI dilakukan hanya selisih seminggu dari Indo Barometer. Dari survei itu LSI menyimpulkan Prabowo dan Jokowi sama-sama punya kans untuk memenangi Pilpres.

Hasil survei LSI yang dirilis pekan lalu, Kamis 26 Juni 2014, menunjukkan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki elektabilitas 45 persen, sedangkan Prabowo-Hatta 38,7 persen. Survei LSI dilakukan di 33 provinsi di Indonesia terhadap 2.400 responden. Margin of error survei ini 2 persen.

LSI mengingatkan meski Joko Widodo masih unggul tipis dalam survei, dia belum tentu akan menang. Pasalnya, jumlah massa mengambang ketika survei itu digelar mencapai 32,2 persen. Pemilih ‘galau’ ini belum memutuskan siapa capres yang bakal mereka pilih. Ada pula yang sudah menentukan pilihan tapi masih bimbang.

Hasil berbeda dipaparkan oleh Lembaga Survei Nasional. Dalam konferensi pers Minggu, 29 Juni –bersamaan dengan rilis survei terbaru Indo Barometer, LSN menyatakan Prabowo-Hatta telah mengungguli Joko Widodo-Jusuf Kalla.

“Sebanyak 46,6 persen responden memilih Prabowo-Hatta. Pemilih Jokowi-JK hanya 39,9 persen,” kata peneliti utama LSN Dipa Pradipta. Survei LSN ini dilakukan tanggal 22-26 Juni, tepat setelah Indo Barometer merampungkan surveinya.

LSN mengatakan Prabowo-Hatta unggul di Indonesia bagian barat atau wilayah-wilayah berpenduduk padat, sedangkan Jokowi-JK unggul di Indonesia bagian timur yang tak padat penduduk.

Berdasarkan survei LSN, ada 13,5 persen responden yang belum menentukan pilihannya. Untuk memenangi Pilpres, kedua kubu harus bertarung merebut hati para undecided voterstersebut.

“Kalau Jokowi bisa ambil semua dari 13,5 persen undecided voters itu, maka kemungkinan dia menang. Tapi kalau Prabowo bisa ambil minimal setengah dari 13,5 persen undecided voters, maka Jokowi akan kalah,” kata Direktur Eksekutif LSN, Umar S. Bakry.

Survei LSN digelar di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah responden 1.070 orang. Pengambilan sampel pada survei ini dilakukan secara berjenjang. Survei memiliki margin of error 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Disalipnya Joko Widodo oleh Prabowo itu juga terlihat pada hasil survei Institut Survei Indonesia yang digelar 15-21 Juni. Berdasarkan survei terbaru ISI tersebut, elektabilitas Prabowo-Hatta 51,18 persen sedangkan Jokowi-JK 48,82 persen. Sebelum itu pada survei ISI 1-7 Juni 2014, elektabilitas Prabowo-Hatta 50,25 persen dan Jokowi-JK 49,75 persen.

Padahal pada survei pertama ISI tanggal 18-24 Mei, Joko Widodo masih unggul. Ketika itu elektabilitas Prabowo-Hatta 47,27 persen, sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla 52,73 persen.

“Joko Widodo-Kalla sempat memimpin di awal masa kampanye. Namun seiring jalannya kampanye dan debat capres, elektabilitas Jokowi justru turun dan cenderung stagnan hingga saat ini,” kata Direktur ISI Haris Baginda, Senin 23 Juni 2014.

ISI memprediksi tren peningkatan suara Prabowo ini akan terus terjadi hingga pemungutan suara tanggal 9 Juli. Menurut ISI, kecil kemungkinan kedua kandidat capres akan bisa membelokkan tren itu. “Sebab waktu untuk meraih simpati sudah semakin sempit. Maka semakin kecil juga peluang untuk meraih dukungan,” ujar Haris.

Lembaga yang juga menggelar survei Pilpres adalah Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI). Dalam survei yang digelar 5-24 Juni itu, LIPI menyatakan Joko Widodo-Jusuf Kalla meraih elektabilitas 43 persen, sedangkan Prabowo-Hatta 34 persen.

Ada 23 persen responden yang belum menentukan pilihan dalam survei terhadap 790 responden yang dipilih berdasarkan metode multistage random sampling itu. LIPI melakukan pengumpulan data survei melalui wawancara tatap muka. Margin or error survei ini sekitar 3,51 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Faktor Penentu

Direktur Vox Populi Survey, Basynursyah, menyatakan tergerusnya elektabilitas Joko Widodo terutama disebabkan oleh mencuatnya kasus dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta di masa pemerintahan dia sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kasus itu kini diusut Kejaksaan Agung.

“Pencitraan positif yang dibangun seolah sirna dengan adanya kasus korupsi pengadaan armada TransJakarta yang menyeret-nyeret Jokowi,” kata Basynursyah.

Terkait kasus ini, akhir Mei lalu beredar surat permohonan penangguhan penyidikan atas nama Gubernur DKI Joko Widodo kepada Jaksa Agung. Dalam surat yang tersebar luas di media sosial itu, tertulis Jokowi “Memohon dapat diberikan penangguhan penahanan dalam proses penyidikan sampai selesainya Pemilu Presiden untuk menjaga stabilitas politik nasional.”

Beberapa hari kemudian diketahui surat itu palsu. Tim Jokowi-JK pun melaporkan pembuat surat palsu itu ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

“Tidak pernah ada yang seperti itu. Surat itu palsu. Fitnah-fitnah seperti itu banyak beredar. Jaksa Agung sudah menyampaikan, saya tidak terlibat,” kata Joko Widodo, 29 Mei 2014.

Masih berhubungan dengan kasus korupsi TransJakarta, kelompok yang menamakan diri Progres 98 pertengahan Juni kemarin memunculkan transkrip pembicaraan yang mereka klaim terjadi antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Jaksa Agung Basrief Arief. Dalam transkrip itu, Megawati meminta Jokowi tidak diseret-seret dalam kasus korupsi bus TransJakarta.

Namun Jaksa Agung membantah melakukan perbincangan semacam itu dengan Megawati. Ia pun melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri. Jokowi tak kurang kesal karena isu ini. “Gila apa melakukan hal-hal seperti itu,” kata mantan Wali Kota Solo itu.

Selain karena kedua isu terkait korupsi pengadaan TransJakarta itu, Joko juga merasa elektabilitasnya merosot karena kampanye hitam tabloid Obor Rakyat. Pengaruh negatif tabloid itu, menurut Jokowi, terutama terasa di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.

Dampak signifikan kampanye hitam terhadap Joko Widodo ini, menurut Lingkaran Survei Indonesia, membuat pemilih Jokowi loncat ke Prabowo. “Pemilih Jokowi yang menyeberang sekitar 5-10 persen. Cocok dengan kenaikan 5-10 persen yang dialami Prabowo,” kata peneliti LSI Fitri Hari.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar, Muhammad Asdar, juga berpendapat isu di seputar kasus korupsi TransJakarta menjadi batu sandungan utama Jokowi. “Korupsi ini menjadi isu yang paling mempengaruhi elektabilitas. Dalam politik, semua bisa dimainkan,” kata dia.

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari memaparkan 5 penyebab tren kenaikan elektabilitas Prabowo. Pertama, bangkitnya mesin politik koalisi Merah Putih yang berada di belakang Prabowo-Hatta.

Survei Indo Barometer menunjukkan, di masing-masing partai politik pengusung Prabowo-Hatta, soliditas kader mereka untuk memilih Prabowo mengalami peningkatan.

Kedua, pemilih beragama Islam cenderung memilih Prabowo-Hatta. Dukungan pemilih Islam ke Prabowo-Hatta meningkat menjadi 44,1 persen, sedangkan ke Joko Widodo-Jusuf Kalla malah turun menjadi 44,6 persen dari sebelumnya 49,9 persen.

Ketiga, bergabungnya Demokrat ke barisan Prabowo-Hatta, sekaligus restu tak langsung yang diberikan Susilo Bambang Yudhoyono pada pasangan nomor urut 1 itu. Berdasarkan survei Indo Barometer, sebanyak 46,5 persen pemilih yang puas terhadap kinerja SBY kini memilih Prabowo-Hatta.

Keempat, kubu Prabowo-Hatta gencar berkampanye secara lisan dari mulut ke mulut. Pemilih lebih banyak membicarakan Prabowo-Hatta ketimbang Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Kelima, Prabowo-Hatta dinilai unggul dalam debat capres-cawapres. Sebanyak 49,7 persen responden yang disurvei Indo Barometer menyatakan Prabowo-Hatta lebih baik dalam menyampaikan visi, misi dan program kerja.

Sebanyak 52,8 persen responden mengatakan cara bicara Prabowo-hatta lebih baik, dan 51,1 persen responden mengatakan cara berpakaian Prabowo-Hatta lebih menarik.

Menyikapi posisi Joko Widodo yang kian terancam, Juru Bicara Jokowi-JK Poempida Hidayatullah meminta seluruh anggota tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk terus waspada terhadap rival mereka. “Tidak boleh lengah. Harus memacu kerja untuk meraih dukungan,” kata dia.

Poempida juga meminta tim sukses dan relawan Jokowi-JK untuk bekerja lebih keras karena 9 Juli sudah di ambang mata. (ren)


0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan