Sunday, 7 December 2014

Setelah swasembada gula, tahun ini Pemerintah akan impor gula

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Foto: dok.JPNN
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Foto: dok.JPNN

MOJOKERTO – Pemerintah RI enggan menyetop kebijakan impor gula untuk menaikkan harga jual gula petani. Kebijakan impor gula dipertahankan guna mencukupi kebutuhan gula nasional yang belum tertutup oleh produksi lokal.

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah bakal membatasi keberadaan gula impor. Namun, kebijakan tersebut diberlakukan secara bertahap melalui program-program yang bertujuan meningkatkan produksi gula lokal.
’’Pasti kita akan batasi,’’ katanya selepas mengunjungi Pabrik Gula Gempolkrep dan Pabrik Bioetanol di Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, kemarin siang.

Menurut Wapres, kebijakan mengimpor gula tetap dilakukan mengingat kebutuhan gula nasional belum bisa dicukupi oleh produksi dalam negeri. Pihaknya menyebutkan, saat ini kebutuhan gula nasional mencapai 4,5 juta ton.
Sedangkan, total produksi gula lokal hanya mencapai 2,5 hingga 2,8 juta ton. ’’Jadi kita harus impor 2 juta ton. Kalau kita tidak impor, kita tak bisa minum teh,’’ terang pria asal Makassar itu.
  
Dia menjelaskan, persoalan utama dalam masalah gula nasional adalah bukan soal impor gula, melainkan persoalan minimnya pasokan gula produksi lokal. ’’Persoalannya supply dalam negeri harus lebih baik dari sebelumnya. Dan juga rendemennya juga baik (meningkat),’’ jelas JK.
Dia berdalih, jika pemerintah memilih kebijakan menaikkan harga jual gula petani lokal, maka malah menimbulkan risiko meningkatnya penyelundupan gula asal luar negeri.
  
Ke depan, Wapres menandaskan Pemerintah RI bakal memfokuskan perbaikan rendemen tebu dan kualitas lahan. Caranya, dengan menyorong program pembangunan pabrik gula baru.
’’Kami ingin dalam beberapa tahun ke depan, telah membikin pabrik baru 10 unit. Supaya, rendemen gula lokal meningkat menjadi 10. Rumusannya 100:10. Jadi lahan 100 hektare dan 10 rendemen,’’ bebernya.
Pihaknya menegaskan, dengan adanya perbaikan lahan dan rendemen, petani bakal untung. Sebab, berdasar pantauannya sejumlah PG di Jawa yang memiliki rendemen rendah, petaninya mengalami kerugian.
Sedang, salah satu pabrik gula yang terbaik ada di Mojokerto yakni PG Gempolkrep, produksi gulanya mencapai 85.000 ton dengan rendemen nyaris mencapai 8. ’’Di sini yang terbaik. Jadi ke depan yang terbaik ini harus mentransformasikan ke yang buruk,’’ ucap Wapres.
Banyaknya stok gula di PG Gempolkrep, disinggung Wapres, bukan lagi gula petani. Gula tersebut milik pedagang. Tinggal ada dua kemungkinan untuk dilepas di pasaran. ’’Tinggal menunggu harga naik atau membiarkan sampai harga tinggi,’’ sambungnya.
  
Kunjungan orang nomor dua di Pemerintahan RI ini didampingi oleh Menko Perekonomian Sofyan Jalil dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Hadir pula Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) dan Wali Kota Masud Yunus. Wapres melihat kondisi pabrik gula yang berusia 102 tahun tersebut dan melihat lokasi pabrik bioetanol.

Yang Diimpor Lebih dari Kebutuhan
Sementara itu, Ketua APTR PG Gempolkrep H. Mubin menginginkan pemerintah memikirkan stok gula yang banyak menumpuk di pabrik. Dengan penjualan lambat dengan harga murah diperkirakan tahun depan pabrik bakal kian menumpuk gula di gudang. ’’Lakunya laku, cuma lambat,’’ ujarnya seusai bertemu dengan Wapres dalam kunjungan ke PG Gempolkrep kemarin.
  
Menurut Mubin, dari produksi 450 ribu kuintal per hari, baru terserap 50 persen. Pihaknya meminta jaminan ke Wapres agar memikirkan solusi jangka pendek agar gula di PG Gempolkrep terjual semua.
Selama ini gula yang terserap hanya 30 persen, dari satu periode per 15 hari dengan hasil 45 ribu kuintal. Dengan total 11 periode.’’Di luar jawa harga Rafinasi Rp 6.500. Sementara itu, Rp 7.901 lewat lelang,’’ ujarnya.
  
Idealnya, harga jual gula Rp 8.500. Nilai itu dihitung dari ongkos tenaga kerja yang mahal. ’’Tapi ternyata Rp 7.800 untuk premium semboro. Lebih murah tapi apa boleh buat, karena yang menentukan pasar,’’ sambungnya.
  
Dirinya juga mempertanyakan proteksi pemerintah dari gula impor. Menurut dia, kebijakan impor tidak sesuai kebutuhan gula Nasional. ’’Dari kebutuhan gula 3,5 juta ton. Hasil gula 2,5 juta ton. Yang diimpor justru melebihi,’’ tudingnya.
  
Ke depan, pihaknya mendorong pemerintah untuk melengkapi sarana dan prasarana petani. Caranya dengan kemitraan. Namun, kalau dibebankan mekanisasi sepenuhnya kepada petani, tentu memberatkan.
  
Untuk diketahui, dengan rendemen mencapai 7,96 persen, gula yang dihasilkan PG Gempolkrep mencapai 85.968 ton. Melimpahnya jumlah produksi tersebut tidak didukung dengan keberhasilan pelelangan.
Pada musim giling tahun ini, gula petani lokal dilelang dengan harga jauh di bawah harga ketentuan pemerintah yakni Rp 8.150 per kilogram.(fen/yr/JPNN/end)

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan