Saturday, 6 December 2014

Apakah Bayi Wafat Karena Keguguran Harus Dishalati?

Apakah Bayi Wafat Karena Keguguran Harus Dishalati?

Fri, 5 December 2014 04:15 - | Dibaca 469 kali | Bidang shalat

Assalamu'alaikum 

Istri saya keguguran dalam usia kandungan 17 minggu. Apakah janinnya itu harus diperlakukan sebagaimana jenazah umumnya? Apakah harus dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan layaknya jenazah pada umumnya?

Mohon penjelasan dalam masalah ini, ustadz.


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Para ulama umumnya sepakat bahwa jenazah bayi yang lahir dari orang tua yang muslim, dianggap sebagai muslim juga, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan sebagaimana layaknya jenazah dewasa. 

Yang penting anak itu lahir dalam keadaan hidup dan sempat menghirup udara di dunia ini. Meskipun hanya hidup sebentar kemudian meninggal dunia, sudah termasuk yang dishalatkan.Namun mereka berbeda pendapat apabila anak yang lahir itu dalam keadaan sudah tidak bernyawa, apakah dishalatkan atau tidak?
Jumhur ulama umumnya mensyaratkan adanya istihlal (استهلال) bayi yang lahir agar bisa dishalatkan. Yang dimaksud dengan istihlal adalah suara tangis bayi saat lahir ke dunia, atau setidaknya ada tanda bahwa bayi itu sempat hidup di dunia.
Dasar dari istihlal ini adalah sabda Rasulullah SAW :
لَا يُصَلَّى عَلَيْهِ حَتَّى يَسْتَهِلَّ فَإِذَا اسْتَهَلَّ صُلِّيَ عَلَيْهِ وَعُقِلَ وَوُرِّثَ وَإِنْ لَمْ يَسْتَهِلْ لَمْ يُصَّلَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يُوَرَّث وَلَمْ يُعْقَل
Bayi tidak dishalatkan kecuali lahir beristihlal. Bila istihlal maka bayi itu dishalati, dibayrkan diyat dan diwarisi. Sedangkan bila tidak, maka tidak dishalati, tidak diwarisi dan tidak ada diyatnya. (HR. Ibnu Adiy)
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bila bayi sempat beristihlal maka tetap diberi nama, dimandikan dan dishalatkan.
Sedangkan bila tidak beristihlal, maka tidak dishalatkan, namun tetap dimandikan dan dikafani sebagaiman biasa, sebagai penghormatan terhadap anak-anak Adam.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Bila pada bayi keguguran sempat didapati tanda kehidupannya, seperti menghisap puting susu, bergerak atau menangis, maka bayi itu dishalati. Sedangkan bila sama sekali tidak didapat salah satu dari tanda-tanda itu, maka tidak dishalati. Namun bila yang didapat hanya gerakan, kencing, atau bersin, tetapi tidak ada tangisan yang memastikan kehidupannya, hukumnya makruh untuk dishalati.
3. Mazhab Asy-Syafi'iyah
Mazhab Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa bayi yang lahir keguguran bila sempat menangis atau istihlal diperlakukan seperti orang dewasa, yaitu dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.
Namun bila tidak beristihlal atau tidak menangis, tetapi ada tanda kehidupannya, tetap dishalatkan dalam pendapat yang adzhar demi kehati-hatian. Sedangkan bila sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan sebelumnya, maka tidak perlu dishalatkan, walaupun sudah melewati empat bulan kehamilan.
Secara umum sudah menjadi perintah Rasulullah SAW untuk menshalatkan bayi.
4. Al-Hanabilah
Sedangkan mazhab Al-Hanabilah berkata bahwa bila bayi lahir setelah kehamilan 4 bulan, walaupun sudah tidak bernyawa, tetap dishalatkan jenazahnya. Dan sebelumnya juga dimandikan seperti umumnya.
Dalilnya adalah hadits berikut ini :
وَالسَّقْطُ يُصَلىَّ عَلَيْهِ وَيُدْعَى لِوَاِلدَيْهِ بِالمـَغْفِرُةِ وَالرَّحْمَةِ
Bayi yang gugur dishalatkan dan didoakan kedua orang tuanya dengan maghfirah dan rahmah. (HR. Ahmad, An-Nasai, Abu Daud dan At-Tirmizy)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Rumah
Fiqih
Indonesia

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan