Salah
satu tugas ulama dan dai adalah ber-amar ma’ruf nahi munkar, termasuk
menasehati pemimpin. Sedangkan pemimpin yang baik adalah sosok yang terbuka
menerima kritik dan nasehat, terutama yang datang dari ulama.
Sore tadi, jagad Twitter dicerahkan dengan twit Capres Prabowo Subianto yang
secara terbuka menyampaikan bahwa ia menerima tulisan nasehat Salim A Fillah
dan mencatatnya baik-baik.
“Sore ini saya membaca tulisan saudara kita di Melbourne @SalimaFillah. Terima
kasih bung Salim. Saya catat baik-baik,” kata Prabowo melalui akun Twitternya
@Prabowo08.
Seperti apa nasehat Salim A Fillah yang dicatat baik-baik oleh Prabowo? Berikut
salinannya:
Pak Prabowo, Kami Memilih Anda, Tapi...
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi sungguh orang yang jauh lebih mulia daripada kita semua, Abu Bakr Ash
Shiddiq, pernah mengatakan, “Saya telah dipilih untuk memimpin kalian, padahal
saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Kalau saya berlaku baik,
bantulah saya. Dan kalau anda sekalian melihat saya salah, maka luruskanlah.”
Maka yang kami harapkan pertama kali dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah
kesadaran bahwa Anda bukan pahlawan tunggal dalam masa depan negeri ini.
Barangkali memang pendukung Anda ada yang menganggap Andalah orang terbaik.
Tetapi sebagian yang lain hanya menganggap Anda adalah sosok yang sedang tepat
untuk saat ini. Sebagian yang lainnya lagi menganggap Anda adalah “yang lebih
ringan di antara dua madharat”.
Tentu saja, mereka yang tidak memiliih Anda menganggap Anda bukan yang terbaik,
tidak tepat, dan juga berbahaya.
Dan jika Anda, Pak Prabowo, nantinya terpilih menjadi Presiden, maka mereka
semua akan menjadi rakyat yang dibebankan kepada pundak Anda tanggungjawabnya
di hadapan Allah. Maka kami berbahagia ketika Anda berulang kali berkata di
berbagai kesempatan, “Jangan mau dipecah belah. Jangan mau saling membenci.
Kalau orang lain menghina kita, kita serahkan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Tuhan Maha Besar.”
Dan Anda juga harus menyadari bahwa barangsiapa merasa jumawa dengan kekuasaan,
maka beban kepemimpinan itu akan Allah pikulkan sepelik-peliknya di dunia, dan
tanggungjawabnya akan Dia jadikan penyesalan serta siksa di akhirat. Adapun
pemimpin yang takut kepada Allah, maka Dia jadikan manusia taat kepadanya, dan
Dia menolong pemimpin itu dalam mengemban amanahnya.
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi sungguh orang yang jauh lebih perkasa daripada kita semua, ‘Umar ibn Al
Khaththab, pernah mengatakan, “Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa
saya akan menjadi orang yang terbaik di antara kalian dalam memimpin kalian,
orang yang terkuat bagi kalian dalam melayani keperluan-keperluan kalian, dan
orang yang paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya sudi
menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat
perhitungan.”
Maka yang kami harapkan berikutnya dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah
cita-cita yang menyala untuk menjadi pelayan bagi rakyat Indonesia. Sebuah
tekad besar, yang memang selama ini sudah kami lihat dari kata-kata Anda. Dan
sungguh, kami berharap, ia diikuti kegentaran dalam hati, seperti ‘Umar,
tentang beratnya tanggungjawab kelak ketika seperempat milyar manusia Indonesia
ini berdiri di hadapan pengadilan Allah untuk menjadi penggugat dan Anda adalah
terdakwa tunggal bila tidak amanah, sedangkan entah ada atau tidak yang sudi
jadi pembela.
Pak Prabowo, jangankan yang tak mendukung Anda, di antara pemilih Andapun ada
yang masih meragukan Anda karena catatan masa lalu. Saya hendak membesarkan
hati Anda, bahwa ‘Umar pun pernah diragukan oleh para tokoh sahabat ketika
dinominasikan oleh Abu Bakr sebab dia dianggap keras, kasar, dan menakutkan.
Tapi Anda bukan ‘Umar. Usaha Anda untuk meyakinkan kami bahwa kelak ketika
terpilih akan berlaku penuh kasih kepada yang Anda pimpin harus lebih keras
daripada ‘Umar.
Pak Prabowo, kami memilih Anda karena kami tahu, seseorang tak selalu bisa
dinilai dari rekam jejaknya. ‘Umar yang dahulu ingin membunuh Nabi, kini
berbaring mesra di sampingnya. Khalid yang dahulu panglima kebatilan,
belakangan dijuluki ‘Pedang Allah’. Tapi Anda bukan ‘Umar. Tapi Anda bukan
Khalid. Usaha Anda untuk berubah terus menjadi insan yang lebih baik daripada
masa lalu Anda akan terus kami tuntut dan nantikan. Ya, maaf dan dukungan
justru dari orang-orang yang diisukan pernah Anda ‘culik’ menjadi modal awal
kepercayaan kami kepada Anda.
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi orang yang jauh lebih dermawan daripada kita semua, ‘Utsman ibn ‘Affan,
pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai tiga
hal, selain kitab Allah dan Sunnah Nabi; yaitu agar aku mengikuti apa yang
telah dilakukan oleh para pemimpin sebelumku dalam hal-hal yang telah kalian
sepakati sebagai kebaikan, membuat kebiasaan baru yang lebih baik lagi layak
bagi ahli kebajikan, dan mencegah diriku bertindak atas kalian, kecuali dalam
hal-hal yang kalian sendiri menyebabkannya.”
Ummat Islam amat besar pengorbanannya dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini.
Pun demikian, sejarah juga menyaksikan mereka banyak mengalah dalam soal-soal
asasi kenegaraan Indonesia. Cita-cita untuk mengamalkan agama dalam hidup
berbangsa rasanya masih jauh dari terwujud.
Tetapi para bapak bangsa, telah menitipkan amanah Maqashid Asy Syari’ah (tujuan
diturunkannya syari’at) yang paling pokok untuk menjadi dasar negara ini. Lima
hal itu; pertama adalah Hifzhud Diin (Menjaga Agama) yang disederhanakan dalam
sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa) yang
diejawantahkan dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ketiga Hifzhun
Nasl (Menjaga Kelangsungan) yang diringkas dalam sila Persatuan Indonesia.
Keempat Hifzhul ‘Aql (Menjaga Akal) yang diwujudkan dalam sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dan
kelima, Hifzhul Maal (Menjaga Kekayaan) yang diterjemahkan dalam sila Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami berharap Anda akan melaksanakan
setidak-tidaknya kelima hal tersebut; menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga
kelangsungan, menjaga akal, dan menjaga kekayaan; dengan segala perwujudannya
dalam kemaslahatan bagi rakyat Indonesia. Kami memilih Anda ketika di seberang
sana, ada wacana semisal menghapus kolom agama di KTP, melarang perda syari’ah,
mengesahkan perkawinan sejenis, mencabut tata izin pendirian rumah ibadah,
pengalaman masa lalu penjualan asset-aset bangsa, lisan-lisan yang belepotan
pelecehan kepada agama Allah, hingga purna-prajurit yang tangannya berlumuran
darah ummat.
Pak Prabowo, seperti ‘Utsman, jadilah pemimpin pelaksana ungkapan yang amat
dikenal di kalangan Nahdlatul ‘Ulama, “Al Muhafazhatu ‘Alal Qadimish Shalih,
wal Akhdzu bil Jadidil Ashlah.. Memelihara nilai-nilai lama yang baik dan
mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi orang yang lebih zuhud daripada kita semua, ‘Ali ibn Abi Thalib, pernah
mengatakan, “Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaknya dia
mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya ia
mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum
mendidik orang lain dengan ucapan lisannya. Orang yang menjadi pendidik bagi
dirinya sendiri lebih patut dihormati ketimbang yang mengajari orang lain.”
Pak Prabowo, hal yang paling hilang dari bangsa ini selama beberapa dasawarsa
yang kita lalui adalah keteladanan para pemimpin. Kami semua rindu pada
perilaku-perilaku luhur terpuji yang mengiringi tingginya kedudukan. Kami tahu
setiap manusia punya keterbatasan, pun juga Anda Pak. Tapi percayalah, satu
tindakan adil seorang pemimpin bisa memberi rasa aman pada berjuta hati, satu
ucapan jujur seorang pemimpin bisa memberi ketenangan pada berjuta jiwa, satu
gaya hidup sederhana seorang pemimpin bisa menggerakkan berjuta manusia.
Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami tahu, kendali sebuah bangsa takkan
dapat dihela oleh satu sosok saja. Maka kami menyeksamai sesiapa yang ada
bersama Anda. Lihatlah betapa banyak ‘Ulama yang tegak mendukung dan tunduk
mendoakan Anda. Balaslah dengan penghormatan pada ilmu dan nasehat mereka.
Lihatlah betapa banyak kaum cendikia yang berdiri memilih Anda, tanpa bayaran
teguh membela. Lihatlah kaum muda, bahkan para mahasiswa.
Didiklah diri Anda, belajarlah dari mereka; hingga Anda kelak menjelma apa yang
disampaikan Nabi, “Sebaik-baik pemimpin adalah yang kalian mencintainya dan dia
mencintai kalian. Yang kalian doakan dan dia mendoakan kalian.”
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi orang yang lebih adil daripada kita semua, ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, pernah
mengatakan, “Saudara-saudara, barangsiapa menyertai kami maka silahkan
menyertai kami dengan lima syarat, jika tidak maka silahkan meninggalkan kami;
yakni, menyampaikan kepada kami keperluan orang-orang yang tidak dapat
menyampaikannya, membantu kami atas kebaikan dengan upayanya, menunjuki kami
dari kebaikan kepada apa yang kami tidak dapat menuju kepadanya, dan jangan
menggunjingkan rakyat di hadapan kami, serta jangan membuat-buat hal yang tidak
berguna.”
Sungguh karena pidato pertamanya ini para penyair pemuja dan pejabat penjilat
menghilang dari sisi ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, lalu tinggallah bersamanya para
‘ulama, cendikia, dan para zuhud. Bersama merekalah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz mewujudkan
pemerintahan yang keadilannya dirasakan di segala penjuru, sampai serigalapun
enggal memangsa domba. Pak Prabowo, sekali lagi, kami memilih Anda bukan semata
karena diri pribadi Anda. Maka pilihlah untuk membantu urusan Anda nanti,
orang-orang yang akan meringankan hisab Anda di akhirat.
Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..
Tapi kalaupun Anda tidak terpilih, kami yakin, pengabdian tak memerlukan
jabatan. Tetaplah bekerja untuk Indonesia dengan segala yang Anda bisa, sejauh
yang Anda mampu.
Sungguh Anda terpilih ataupun tidak, kami sama was-wasnya. Bahkan mungkin,
rasa-rasanya, lebih was-was jika Anda terpilih. Kami tidak tahu hal yang gaib.
Kami tidak tahu yang disembunyikan oleh hati. Kami tidak tahu masa depan. Kami
hanya memilih Anda berdasarkan pandangan lahiriyah yang sering tertipu,
disertai istikharah kami yang sepertinya kurang bermutu.
Mungkin jika Anda terpilih nanti, urusan kami tak selesai sampai di situ.
Bahkan kami juga akan makin sibuk. Sibuk mendoakan Anda. Sibuk mengingatkan Anda
tentang janji Anda. Sibuk memberi masukan demi kemaslahatan. Sibuk meluruskan
Anda jika bengkok. Sibuk menuntut Anda jika berkelit.
Inilah kami. Kami memilih Anda Pak Prabowo, tapi..
Tapi sebagai penutup tulisan ini, mari mengenang ketika Khalifah ‘Umar ibn
‘Abdil ‘Aziz meminta nasehat kepada Imam Hasan Al Bashri terkait amanah yang
baru diembannya. Maka Sang Imam menulis sebuah surat ringkas. Pesan yang
disampaikannya, ingin juga kami sampaikan pada Anda, Pak Prabowo. Bunyi nasehat
itu adalah, “Amma bakdu. Durhakailah hawa nafsumu! Wassalam.”
doa kami,
hamba Allah yang tertawan dosanya, warga negara Republik Indonesia. [Salim A
Fillah]
0 comments:
Post a Comment