MEski tidak secara
tekstual tertulis dalam ayat Al-Quran dan hadits nabawi, para ulama membolehkan
wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Tentu jika
memang kondisinya tidak memungkinkan atau memberatkan, baik bagi dirinya atau
bagi bayi yang dikandungnya atau disusuinya.
Dan yang menjadi
pertanyaan, kewajiban apa yang harus dilaksanakan oleh wanita hamil dan/atau
menyusui apabila mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Sebab tidak nash yang
menyebutkan bagaimana cara penggantiannya.
Maka wajar bila dalam hal
ini beberapa ulama berbeda pendapat. Sebagian mewajibkan qadha saja tanpa
fidyah, sebagian ada yang mewajibkan qadha' plus fidyah juga. Bahkan ada juga
yang mewajibkan fidyah saja tanpa qadha'.
Rincian pendapat itu dan
siapa yang mengatakannya sebagai berikut:
1. Pendapat Pertama :
Qadha' Saja Tanpa Fidyah
Pendapat yang pertama ini menyerupakan
wanita hamil dan menyusui seperti orang yang sakit. Apabila mereka (wanita
hamil dan menyusui) tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka harus membayar
Qadha’ (tidak perlu fidyah).
Sebagaimana yang
diwajibkan atas orang sakit apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Imam
Abu Hanifah, Abu Ubaid dan juga Abu Tsaur mendukung pendapat ini.
Pendapat ini berdasarkan
firman Allah sebagai berikut:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang
tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain. (al-Baqarah:
184)
2. Pendapat Kedua : Fidyah
Saja Tanpa Qadha'
Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
menyerupakan wanita hamil dan/atau menyusui seperti orang yang tidak sanggup
melaksanakan puasa, semisal orang lanjut usia. Jika mereka tidak berpuasa di
bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun bayinya, maka
harus membayar Fidyah tanpa perlu mengqadha’ (Bidayatul Mujtahid I, hal. 63).
Pendapat ini mengambil
dasar dalil firman Allah sebagai berikut:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Artinya: Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah, (yaitu): Memberi
makan seorang miskin. (al-Baqarah : 184)
3. Pendapat Ketiga :
Qadha' dan Fidyah
Imam Syafi’i mengatakan
bahwa wanita hamil dan/atau menyusu serupa dengan orang sakit dan juga orang
yang terbebani dalam melakukan puasa.
Apabila mereka tidak
berpuasa di bulan Ramadhan, maka mereka harus membayar Qadha’ dan Fidyah juga.
Pendapat ini menggabungkan dua dalil di poin 1 dan 2 di atas.
Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad bin Hambal menambahkan bahwa wanita hamil atau menyusui, apabila ia tidak
berpuasa sebab mengkhawatirkan kondisi bayinya, yang wajib ia lakukan adalah
qadha sekaligus fidyah. Akan tetapi bila ia mengkhawatirkan dirinya saja, atau
mengkhawatirkan dirinya dan juga bayinya, maka yang harus ia lakukan adalah
membayar qadha’ tanpa fidyah. (Fiqhus Sunnah I, hal. 508)
4. Pendapat Keempat :
Hamil = Qadha' Saja , Menyusui = Qadha' + Fidyah
Ulama dari madzhab Imam
Maliki membedakan antara wanita hamil dan wanita yang menyusui. Wanita hamil
diserupakan dengan hukum orang sakit, yang apabila meninggalkan puasa di bulan
Ramadhan, ia wajib mengganti dengan qadha’.
Sedangkan wanita menyusui
diserupakan dengan orang sakit sekaligus orang yang terbebani melakukan puasa.
Apabila ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar qadha’ dan
juga fidyah.
Lepas dari perbedaan
pendapat di atas, tentu membayar qadha’ sekaligus juga fidyah tentu akan
menjadi sikap yang lebih berhati-hati (ihtiyath). Selain itu
tentu akan menjadi kebaikan tersendiri bagi ibu dan anak, karena telah berbuat
baik buat fakir miskin lewat fidyah.
Wallahu a’lam bishshawab.
Aini Aryani, Lc
0 comments:
Post a Comment