Ungaran Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dr Ir Slamet Soebjakto MSi mengatakan pasar ekspor ikan lele ke Eropa dan Asia Timur masih sangat besar. Namun ikan lele tersebut harus memenuhi standar mutu yang ditentukan dan bebas dari berbagai bakteri merugikan. “Budidaya ikan lele dengan sistem terbaru yakni bioflok mampu menjamin mutu biosecurity hasil panen. Sehingga sangat berpotensi mampu memenuhi standar mutu negara pengimpor,” katanya pada acara tebar bibit ikan lele di kolam milik kelompok budidaya ikan (pokdakan) “Karya Mina Sejahtera Bersama” di Dusun Clapar Desa Duren Bandungan, Kamis (25/8) siang.
Hadir pada acara itu Bupati Semarang H Mundjirin, para direktur di Ditjen Perikanan Budidaya, Kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, perwakilan pokdakan penerima bantuan dan undangan lainnya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Slamet Soebjakto, para peternak di Jawa Timur telah mampu menembus pasar ekspor ikan lele tersebut. Hal itu dikarenakan mereka mampu memenuhi standar mutu yang ditetapkan negara pengimpor. Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan RI terus mengembangkan usaha peternakan ikan lele dengan sistem bioflok. Sistem ini, menurut Dirjen, lebih menguntungkan para peternak. Sekaligus memiliki mutu biosecurity yang lebih baik dibandingkan sistem konvensional. “Sangat menguntungkan karena dalam tempo dua bulan saja para peternak sudah bisa panen. Selain itu tidak menimbulkan bau atau polusi udara disekitar peternakan,” terangnya.
Sistem bioflok ini menumbuhkan mikroorganisme yang mengolah limbah proses budidaya ikan lele itu sendiri menjadi gumpalan-gumpalan (floc) kecil. Gumpalan-gumpalan hasil olahan itulah yang dimanfaatkan sebagai pakan alami ikan lele. Pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan memberikan kultur bakteri probiotik dan memasang penyuplai oksigen yang sekaligus berfungsi mengaduk air kolam.
Dirjen Slamet Soebjakto berharap sistem bioflok ini dapat diterima para peternak dan terus berkembang semakin luas ke banyak daerah. Sebab sistem peternakan lele ini dapat menjadi gantungan pendapatan warga. “Jika dilakukan dengan benar sesuai standar pemeliharaan, peternak bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 3 juta per bulan dari usaha dengan sistem ini,” tegasnya lagi.
Bupati Semarang H Mundjirin saat sambutan mengatakan stigma buruk tentang ikan lele di masyarakat menjadi salah satu kendala pengembangan. “Dengan sistem bioflok ini kita berharap pandangan masyarakat terhadap ikan lele yang kotor dan merugikan kesehatan dapat dihilangkan. Sekaligus memperluas usaha budidayanya,” ujar Bupati.
Sementara itu Kepala (BLUPPB) Karawang, Ir Warih Hardanu MSc menyampaikan usaha percontohan budidaya lele dengan sistem bioflok telah dirintis sejak tahun 2015 lalu. Ada sepuluh pokdakan pelaksana yang tersebar di Kabupaten Karawang, Brebes, Pemalang, Magelang, Kediri, Malang dan Kota Malang. “Total ada 144 unit bak terpal yang menampung benih sebanyak 619.200 ekor dan menghasilkan panen ikan lele seberat 38.665 kilogram,” ujarnya.
Pada tahun 2016 ini, lanjut Warih, kegiatan percontohan dilanjutkan di empat Kabupaten/kota yakni Kabupaten Semarang (24 kolam), Bantul (24 kolam) serta Kabupaten dan Kota Malang masing-masing 12 kolam terpal.
Pada kesempatan itu Dirjen Slamet Soebjakto didampingi Bupati Mundjirin menyerahkan bantuan bibit ikan sebanyak 2,6 juta ekor dari BLUPPB Karawang senilai Rp 329,6 juta kepada pokdakan dari Pemalang, Bekasi dan Karawang. Selain itu juga diserahkan bantuan pakan mandiri sebanyak 15 ton senilai Rp 82,5 juta dari BLUPPB Karawang untuk tiga kelompok penerima. Ada pula bantuan empat unit eksavator senilai total Rp 4,8 miliar untuk Kabupaten Pati, Brebes, Kebumen dan Pemalang. Sedangkan bantuan 20 paket pengelolaan irigasi tambak Partisipatip (PITAP) senilai Rp 2 miliar diberikan kepada Brebes, Demak, Pemalang, Pati dan Kendal. Bantuan satu unit karamba jarring apung senilai Rp 138 juta diberikan kepada Kabupaten Boyolali.(*/junaedi)
sumber: semarangkab.go.id
Dijelaskan lebih lanjut oleh Slamet Soebjakto, para peternak di Jawa Timur telah mampu menembus pasar ekspor ikan lele tersebut. Hal itu dikarenakan mereka mampu memenuhi standar mutu yang ditetapkan negara pengimpor. Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan RI terus mengembangkan usaha peternakan ikan lele dengan sistem bioflok. Sistem ini, menurut Dirjen, lebih menguntungkan para peternak. Sekaligus memiliki mutu biosecurity yang lebih baik dibandingkan sistem konvensional. “Sangat menguntungkan karena dalam tempo dua bulan saja para peternak sudah bisa panen. Selain itu tidak menimbulkan bau atau polusi udara disekitar peternakan,” terangnya.
Sistem bioflok ini menumbuhkan mikroorganisme yang mengolah limbah proses budidaya ikan lele itu sendiri menjadi gumpalan-gumpalan (floc) kecil. Gumpalan-gumpalan hasil olahan itulah yang dimanfaatkan sebagai pakan alami ikan lele. Pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan memberikan kultur bakteri probiotik dan memasang penyuplai oksigen yang sekaligus berfungsi mengaduk air kolam.
Dirjen Slamet Soebjakto berharap sistem bioflok ini dapat diterima para peternak dan terus berkembang semakin luas ke banyak daerah. Sebab sistem peternakan lele ini dapat menjadi gantungan pendapatan warga. “Jika dilakukan dengan benar sesuai standar pemeliharaan, peternak bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 3 juta per bulan dari usaha dengan sistem ini,” tegasnya lagi.
Bupati Semarang H Mundjirin saat sambutan mengatakan stigma buruk tentang ikan lele di masyarakat menjadi salah satu kendala pengembangan. “Dengan sistem bioflok ini kita berharap pandangan masyarakat terhadap ikan lele yang kotor dan merugikan kesehatan dapat dihilangkan. Sekaligus memperluas usaha budidayanya,” ujar Bupati.
Sementara itu Kepala (BLUPPB) Karawang, Ir Warih Hardanu MSc menyampaikan usaha percontohan budidaya lele dengan sistem bioflok telah dirintis sejak tahun 2015 lalu. Ada sepuluh pokdakan pelaksana yang tersebar di Kabupaten Karawang, Brebes, Pemalang, Magelang, Kediri, Malang dan Kota Malang. “Total ada 144 unit bak terpal yang menampung benih sebanyak 619.200 ekor dan menghasilkan panen ikan lele seberat 38.665 kilogram,” ujarnya.
Pada tahun 2016 ini, lanjut Warih, kegiatan percontohan dilanjutkan di empat Kabupaten/kota yakni Kabupaten Semarang (24 kolam), Bantul (24 kolam) serta Kabupaten dan Kota Malang masing-masing 12 kolam terpal.
Pada kesempatan itu Dirjen Slamet Soebjakto didampingi Bupati Mundjirin menyerahkan bantuan bibit ikan sebanyak 2,6 juta ekor dari BLUPPB Karawang senilai Rp 329,6 juta kepada pokdakan dari Pemalang, Bekasi dan Karawang. Selain itu juga diserahkan bantuan pakan mandiri sebanyak 15 ton senilai Rp 82,5 juta dari BLUPPB Karawang untuk tiga kelompok penerima. Ada pula bantuan empat unit eksavator senilai total Rp 4,8 miliar untuk Kabupaten Pati, Brebes, Kebumen dan Pemalang. Sedangkan bantuan 20 paket pengelolaan irigasi tambak Partisipatip (PITAP) senilai Rp 2 miliar diberikan kepada Brebes, Demak, Pemalang, Pati dan Kendal. Bantuan satu unit karamba jarring apung senilai Rp 138 juta diberikan kepada Kabupaten Boyolali.(*/junaedi)
sumber: semarangkab.go.id
0 comments:
Post a Comment