REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA –- Saat ini sebetulnya semua
obat di Indonesia sudah bisa diproduksi secara halal. Karena itu
istilah “kondisi darurat” untuk menggunakan obat tertentu yang tidak halal
sudah tidak relevan lagi dengan kondisi Indonesia yang sudah merdeka
68 tahun ini.
"Kecuali kalau orang itu terdampar di tengah laut dan hanya ada satu-satunya obat yang masih belum diproduksi secara halal serta tidak ada obat lain. Dan, kalau orang tersebut tidak mengonsumsi obat tersebut akan semakin parah, Hal itu itu baru kondisi darurat," kata Dosen Fakultas Farmasi UGM Sumantri, PhD, Apt pada Republika, Ahad (15/12).
Karena itu persoalan halal harus menjadi pertimbangan dalam produksi obat di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim. "Kita malu dengan Singapura yang penduduk muslimnya minoritas justru persentase produk obat halal lebih tinggi daripada Indonesia. Demikian pula di Canada justru berupa untuk memproduksi obat yang halal," kata dia.
Untuk memproduksi obat halal itu memang harus ada niat yang kuat, pemahaman serta komitmen dari para produsen. Dia mengemukakan semua bahan obat yang berasal dari binatang disembelihnya tidak syar’i, dari babi, dari alkohol/etanol yang memabukkan itu potensial tidak halal.
Namun, dia menambahkan, Fatwa MUI (Majelis Utama Indonesia) menyatakan untuk obat yang kandungan alkohol kurang dari satu persen bisa ditoleransi. Karena asumsinya tidak memabukkan.
Menurut dia, produsen obat di Indonesia sedang mulai melangkah untuk menuju agar produk obat di Indonesia. "Tahun 2009 ketika ada pertemuan perusahaan farmasi di YARSI Jakarta sudah ada tekad sebagai titik awal untuk melakukan upaya memproduksi obat halal. Kebetulan waktu itu saya datang," kata Sumantri.
0 comments:
Post a Comment