Oleh Iman Santoso, Lc
Mesir
adalah negeri para rasul as. Bapak para rasul Ibrahim as berkeliling dunia
menyampaikan risalah tauhid. Negeri yang di singgahi adalah berawal dari Irak,
Syam (Palestina, Siria Yordania dan Libanon) dan Mesir. Dari Mesir mendapatkan
hadiah seorang putri pernama Hajar yang kemudian menjadi istrinya.
Dari
pernikahan dengan siti Hajar maka lahirlah Ismail as yang merupakan bapak
bangsa Arab. Kemudian dari keturunan Ismail lahirlah Rasulullah saw nabi
terakhir sebagai rahmatan lil alamin.
Kemudian
datanglah ke Mesir Nabi Yusuf as bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim as
(cicit nabi Ibrahim). Beliau mengajak keluarganya untuk datang ke Mesir. “
Masuklah ke Mesir insya Allah aman” (QS 12: 99)
Dan
Nabi terbesar bani Israil dari Mesir, Musa as yang membebaskan kaumnya dari
Firaun dan tentaranya. Firaun dan tentaranya di tenggelamkan Allah karena
ingkar pada Musa as dan memusuhinya.
Pada
saat cahaya Islam terbit yang dibawa oleh nabi dan rasul terakhir Muhammad saw
, maka Mesir termasuk wilayah yang menerima Islam dengan suka cita.
Adalah Amru bin Al-Ash ra. sahabat Rasul saw. yang membuka
Mesir, menjadi pemimpinannya dan juga wafat disana.
Pada
masa kholifah Umar bin Khathab ra. memimpin umat Islam di Madinah, umat Islam
disana pernah ditimpa kelaparan dan kekeringan, sehingga beliau dan umat Islam
makan apa saja yang dapat di makan. Umar ra berkata, “Demi Allah aku tidak akan
makan daging dan keju hingga Allah mengangkat bencana yang menimpa kaum
muslimin”. Kemudian Umar teringat dengan saudara-saudaranya se iman di
Mesir. Dan Mesir adalah negeri dermawan yang akan mengulurkan tangannya dan
akan memberikan yang terbaik untuk menyelamatkan saudaranya di
ibukota Islam.
Umar
ra kemudian menulis surat kepada gubernur Amru bin Al-Ash ra. yang
redaksinya berbunyi sbb: ” Bismilallahirrahmanirrahiim … Dari Umar bin
Khathab Amirul Mukminin kepada ‘Amru bin Al-Ash…. Amma Ba’du, Tolonglah kami ,
tolonglah kami, tolonglah kami…. Wassalam”.
Setelah
Amru membaca surat itu, kemudian beliau mengumpulkan penduduk Mesir untuk
membacakan surat tersebut di hadapan mereka, selanjutnya berkata, “ Demi
Allah, aku akan mengirimkan satu kafilah makanan yang pertama singgah
memberikan makanan kepadamu di Madinah dn berikutnya kepadaku di Mesir”.
Maka
penduduk Mesir berduyun-duyun mendermakan hartanya. Mereka memberikan bantuan
makanan dan unta. Kafilah makanan itu mengalir laksana aliran air dan berjalan
laksana malam. Membawa kehidupan, kebaikan, rezeki, dan bantuan bagi ibukota
Islam di Madinah.
Berbicara
tentang Mesir, maka tidak sempurna jika tidak berbicara tentang Universitas
tertua di dunia yaitu Al-Azhar. Awalnya adalah masjid Al-Azhar, yang
berdiri pada 7 Ramadhan 361 H (972 M), dan ditandai dengan
melakukan ibadah sholat Jum’at di masjid bersejarah tersebut. Maka
menurut penanggalan hijriah, al-Azhar saat ini telah berumur 1073 tahun.
Masjid
al-Azhar didirikan oleh Dinasti Fatimiyah, sebuah dinasti Syiah Ismailiyah yang
berhasil memasuki Mesir dan menaklukkan Dinasti Ikhsyidiyah pada tahun 358 H.
Pendirian masjid tersebut merupakan bagian dari mega proyek pembangunan kota
baru yang kelak menjadi ibukota Dinasti Fatimiyah di Mesir, yaitu Kairo.
Maka sejarah al-Azhar tidak terlepas dari sejarah kota Kairo.
Mencermati
latar belakang pembangunan masjid al-Azhar oleh Dinasti Fatimiyah yang menganut
paham Syiah, maka pada awal sejarahnya al-Azhar digunakan sebagai pusat
penyebaran paham Syiah di Mesir.
Alhamdulillah,
kemudian Allah Subhanahu Wata’ala. menjadikan al-Azhar sebagai pusat
keilmuan bagi Ahlu Sunnah. Adalah Shalahuddin al-Ayyubi, Sang Panglima Perang
yang berhasil menaklukkan Dinasti Fatimiyah pada abad ke-6 Hijriyah.
Keberhasilan tersebut berarti akhir sejarah bagi dinasti Syiah di Mesir,
sekaligus menjadi titik mula sejarah baru bagi al-Azhar. Al-Azhar yang kemudian
terus berkembang pesat hingga menjadi pusat keilmuan paling berpengaruh
di dunia Islam.
Di
samping kedudukannya sebagai sebuah institusi keilmuan Islam, al-Azhar juga
memiliki pengaruh besar dalam kehidupan politik. Pada masa dinasti Turki
Utsmani misalnya, al-Azhar mempunyai semacam kekuatan untuk menentukan Gubernur
Mesir dengan syarat-syarat tertentu. Al-Azhar juga bisa menurunkan sang
gubernur bila terbukti tidak lagi amanah, adil dan bijaksana.
Di
masa para penguasa Mesir Modern, mereka berusaha melemahkan Al-Azhar dan
berupaya agar dapat mengendalikannya. Seperti pada masa rezim Muhammad Naguib
dan kemudian Jamal A. Naser. Bermula dari akhir 1952, dengan pengesahan
undang-undang no. 180 tentang penghapusan wakaf swasta. Sebagai konsekuensinya,
maka tanah-tanah wakaf yang menjadi sumber ekonomi utama al-Azhar dikuasai
negara dan diserahkan kepada Departemen Perbaikan Pertanian. Rezim juga
menghapus pengadilan-pengadilan syariah di Mesir, sehingga peran al-Azhar dalam
praktek kehidupan rakyat Mesir semakin terbatas. Kemudian dikeluarkannya
undang-undang no. 103 tahun 1961 tentang pengaturan ulang struktur al-Azhar.
Undang-undang yang pada satu sisi mampu mengatur struktur baru bagi al-Azhar,
namun di sisi lain menyebabkan kontrol negara atas al-Azhar semakin besar.
Pasca
revolusi, berbagai usaha untuk mengembalikan citra, peran dan kedudukan
al-Azhar di mata umat Islam terus diupayakan. Undang-undang independensi
al-Azhar, perubahan tata cara pemilihan Syeikh Agung al-Azhar,
termasuk sistem penunjukan Haiah Kibâr al-Ulamâ’adalah langkah-langkah awal
menuju titik terang tersebut.
Hal
lain yang harus mendapat perhatian para peneliti tentang Mesir adalah
keberadaan dan peran jamaah Al-Ikhwanul Muslimun. Jamaah ini didirikan oleh
Imam Hasan Al Banna pada Pada tahun 1928 pada saat itu beliau baru berusia 22
tahun. Al-Ikhwanul Muslimun adalah jamaah Islam terbesar di zaman modern ini.
Seruannya adalah kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub dalam
Al-Qur’an dan Sunnah serta mengajak kepada penerapan Syariat Islam dalam
kehidupan nyata. Dengan tegar Jamaah ini telah mampu membendung arus
sekularisasi di Mesir, dunia Arab dan Islam. Bahkan sekarang
berhasil memimpin Mesir. Dengan menempatkan putra terbaiknya menjadi
presiden Mesir, Muhammad Mursi, presiden pertama di dunia yang hafizh
Al-Qur’an.
Karya
ilmiyah yang orisinil dan monumental Imam Hasan Al-Banna adalah Majmu’ah
Rasail (Risalah Dakwah), kumpulan ceramah dan pidato beliau yang kemudian
dibukukan oleh murid-muridnya. Sedangkan tokoh-tokoh yang bergabung diantaranya
adalah, syaikh Muhibbuddin Al-Khatib ulama hadits, syaikh Dr. Musthafa
As-Siba’i ahli hukum, syaikh Amin Al-Husaini mufti Palestina, Ahmad Yasin
Pendiri Hamas Palestina dll. Dan sekarang da’wah yang dirintisnya sudah masuk
pada 70 negara lebih. Hampir tidak ada Gerakan Reformasi di dunia Islam yang
tidak terpengaruh oleh jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun.
Perhatian
Al-Ikhwanul Muslimun yang dipimpin oleh imam Hasan Al Banna terhadap Islam dan
umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti
Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas
bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke
Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. HM Rasyidi, M. Zein Hasan dll
mengucapkan terima kasih kepada imam Hasan Al-Banna atas dukungan untuk
kemerdekaan Indonesia. ***
Sumber:pkspiyungan.org
0 comments:
Post a Comment