Suatu malam, Umar bin
Abdul Aziz –rahimahullâh– menemui anak-anak perempuannya. Namun, saat
kedatangannya diketahui oleh anak-anaknya, maka mereka langsung menutup mulut.
Lalu berebut menutup pintu.
Umar bin Abdul Aziz
bertanya kepada pelayannya, "Ada apa dengan mereka?"
Pelayan menjawab, "Mereka tidak mempunyai makan malam,
selain kacang adas dan bawang merah. Mereka tidak ingin engkau mencium bau
mulut mereka."
Maka Umar bin Abdul Aziz
menangis. Kemudian berkata kepada anak-anaknya,
"Anak-anakku! Tidak
berguna bagi kalian menyantap berbagai macam makanan, sementara bapak kalian
harus masuk neraka!"
Maka mereka menangis
sehingga suara suara mereka terdengar. (Siroh Umar, Ibnu Abdil Hakam, 48-49)
Saudaraku, inilah sosok
seorang ayah sekaligus khalifah yang senantiasa mendidik anak-anaknya dengan
sifat qona'ah (merasa cukup). Beliau adalah orangtua yang mengajarkan konsep
bersyukur atas segala apa yang Alloh subhanahu wa ta'ala berikan. Walaupun itu
hanya sekadar kacang adas dan bawang merah yang ada di rumah.
Subhanalloh! Bandingkan
zaman sekarang ini. Beberapa orangtua terlalu memanjakan anak-anaknya sehingga
harus berbelanja boros, bahkan mengutang. Demi membelikan anak-anaknya game,
mainan tidak edukatif, dan lainnya, padahal ini sangat tidak bermanfaat. Belum
lagi HP yang kadang belum bisa dimanfaatkan oleh anak secara optimal.
Mengapa orangtua
melakukan semua ini?
Katanya -kasih sayang-,
namun sesungguhnya ini bukanlah bentuk kasih sayang kepada anak, melainkan
"cinta yang salah".
Sesungguhnya, kalau kita
belajar dari cara berfikir Umar bin Abdul Aziz, maka demikianlah bentuk kasih
sayang kepada anak. Karena beliau mendidik anaknya agar tumbuh
"ketakwaan", bukan "pemborosan". Sungguh sangat berbeda
antara orangtua yang mendidik dan orangtua yang melalaikan. Maka dari itu, kita
selaku ayah dan ibu hendaknya melihat dampak dari sebuah pemberian, apakah hal
ini bermanfaat buat anak atau tidak.
Selain dari itu, kisah
apik Umar bin Abdul Aziz bersama anak-anaknya memberikan pelajaran bahwa
hendaknya seorang anak itu bersyukur atas pemberian orangtua. Tidak mengeluh,
apalagi mau membandingkan orangtua sendiri dengan orangtua teman.
Sebagai anak, kita
selayaknya "legowo" dengan keadaan ekonomi orangtua. Tidak minder
dengan kemiskinan orangtua, tidak malu kalau orangtua tidak punya mobil.
Sebagian anak kadang merasa malu punya orangtua yang miskin, tidak paham sosmed
(FB, Internet, WhatsUp dan lainnya).
Ini adalah makar dari
syaiton, agar anak durhaka kepada ayah dan ibunya. Maka dari itu, seorang anak
wajib ia bersyukur atas kondisi keluarga. Jangan menyesal. bisa jadi di sisi
kita itu tidak baik, tetapi di sisi Alloh nilai keluarga kita baik. Karena
keluarga kita penuh dengan ilmu.
Semoga kisah Umar bin
Abdul Aziz di atas memberikan ibroh buat kita semua, entah apakah kita selaku
orangtua maupun anak.
Semoga Allah –subhanahu
wa ta'ala– memberikan taufik kepada kita semua...
0 comments:
Post a Comment